Senin, 18 November 2013

MEDIA MASSA DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLA PENDIDIKAN





MEDIA MASSA DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLA PENDIDIKAN
 
 
Arif Pratiwindyo
 

Abstract : Perkembangan penggunaan teknologi yang terjadi akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap seluruh tatakan dan pola hidup manusia memaksa setiap individu untuk mengikuti. Berbagai teknologi canggih ditemukan dengan tujuan untuk lebih memudahkan setiap pekerjaan yang harus dilakukan oleh manusia. Pesatnya perkembangan teknologi tersebut berdampak yang sangat signifikan terhadap pola kehidupan manusia. Hal tersebut sangatlah berpengaruh dan lekat erat dalam setiap sisi kehidupan manusia. Perkembangan tersebut bagaikan dua mata pisau yang tidak dapat dipisahkan, yang terjadi pada salah satu sisi adalah terbantunya manusia menyelesaikan permasalahan yang dihadapi tetapi di sisi lain dapat berperan sebagai penghancur generasi yang akan dating. Pesatnya kemajuan teknologi di bidang media masa memaksa manusia berjuang keras menyamakan sisi positif dan negatif yang harus dihadapinya. Permasalahan penggunaan media massa yang tidak seharusnya sangat menjamur dimana fase anak-anak adalah merupakan golden age yang harus dijaga sebagai pondasi utama pembangunan generasi bangsa. Permasalahan yang sangat kompleks memaksa pemerintah sebagai lembaga yang harus menjadikan filter untuk dapat menyeimbangkan masalah penggunaan kebijakan media massa dalam pendidikan terutama pengaruhnya dalam pendidikan anak.

 

Kata Kunci : kebijakan, media masa, kebijakan publik, pola pendidikan, fase anak-anak

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

           Perkembangan teknologi pada masa ini sangatlah merubah pola hidup manusia. Perkembangan alat bantu yang sangat pesat, merubah seluruh kehidupan manusia sehingga manusia menjadi sangat bergantung kepada teknologi  yang ada. Perubahan yang cepat sekali memaksa berbagai cara untuk membawa prespektif kebidang pendidikan.
           Salah satu kebutuhan primer yang membawa dapak yang sangat kompleks adalah berkembangnya media massa sebagai sebuah sarana pendidikan tidak langsung terhadap kehidupan masyarakat. Media massamempunyai pengaruh yang besar dalam membangun multicultural yang ada. Dengan kata lain, media massa merupakan sebuah sarana yang sangat potensial untuk mengangkat opini public sekaligus sebagai wahana untuk berkomunikasi antar lapisan masyarakat.
           Ketersediaanya media masa sebagai penyambung lidah masyarakat mempunyai berbagai sisi positif yang hebat tetapi juga merupakan sebuah senjata ampuh dalam menjatuhkan. Keterkaitan dengan isu yang hangat seperti isu keberagaman (multikultural) media massa memiliki peran positif yaitu sebagai pemberi kontribusi dalam menyebarluaskan kesepahaman antar warga, tetapi juga memiliki sisi negatif yaitu sebagai pemahaman terhadap aksi negatif sebagai sarana wahana menyebarluaskan sisi kecurigaan, ambiguitas dan juga membawa opini publik ke ranah tertentu sesuai dengan keinginan pihak-pihak tertentu.
           Pada masa sebelum era reformasi, media massa sering digunakan sebagai sarana membangun sistem “kecurigaan” tentang perbedaan pendapat dalam masyarakat. Media massa berperan sebagai alat menjadikan pemahaman terhadap penguatan sebuah penilaian terhadap suatu sisi sehingga masyarakat digiring menuju sebuah penanaman sisi yang berlawanan. Pemutar balikan fakta, fitnah dan juga gossip yang belum tentu kebenaranya.
           Hal yang sangat berbeda terjadi pada era sekarang dimana media massa dapat digunakan sebagai sebuah media yang digunakan untuk pemahaman terhadap pentingnya membangun sebagai sebuah proses kompromi dalam kehidupan masyarakat. Penggunaan media massa sebagai sebuah sarana untuk setiap sengketa dan perselisihan yang terjadi dalam kelompok, masyarakat ataupun negara, diharapkan dapat diselesaikan sesui ketentuan yang berlaku. Media massa dapat berfungsi sebagai suatu alat mediasi yang bersifat non-kekerasan.

B.    Pengaruh media massa terhadap pola berfikir anak

           Pada fase kanak-kanak, otak merekam semua kegiatan sebagai aktualisasi penanaman memori jangka panjang sebagai fase dasar. Pada masa ini terjadi masa emas pencetak pondasi pemikiran, hasrat dan gambaran perbuatan yang akan ditiru pada masa yang akan datang.
           Sementara itu, kegiatan pemaparan media massa yang terselenggara masih di bawah standar pemikiran yang ada. Kebebasan yang diberikan pemerintah disalah artikan dengan kebebasan yang tidak terbatas. Berbagai pemaparan acara yang diselenggarakan merupakan bentuk kehidupan hedonism, kekerasan dan juga berbagai kejahatan yang terjadi. Kegiatan pencarian bakat yang menawarkan ketenaran, kekayaan, jabatan dan kedudukan yang dapat diraih secara instant sangat berpengaruh untuk kehidupan. Penggunaan internet sebagai wahana pemojokan diri, penyebaran berita miring dan gambar yang tidak senonoh, pendiskriditan seseorang melalui media Koran atau majalah.
           Berbagai bentuk iklan dan film dengan adegan yang “menantang” memancing imajinasi berfikir sesuai dengan hasrat fitrah manusia  tanpa batas. Dengan adanya berbagai media massa yang sangat maju menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih gamblang. Neburut survey yang dilakukan ClearCommerce.com penggunaan penyalahgunaan internet untuk kejahatan di dunia, Indonesia menempati urutan kedua. Penyebaran video porno baik secara download  atau up load, fake pict, fake fact, cyber crime  dan masih banyak penyalahgunaan media massa untuk hal-hal yang sangat dirasa tidak berguna atau bahkan merugikan.
           Bahkan disadari ataupun tidak para produser televise memaparkan adegan berupa Film Televisi (F-Tv), sinetron, reality show dan berbagai acara lain yang secara tidak langsung ditiru masyarakat dan dengan singkat merubahnya menjadi tren yang selalu diikuti sungguhpun hal tersebut adalah hal yang tidak mendidik atau hal yang bersifat negatif.
           Masa kanak-anak seharusnya merupakan fase yang seharusnya dibiasakan untuk menuju hal yang diperlukan untuk hidup baik berupa soft skill, socio skill dan juga prakarsa hidup sesuai budaya bangsa.
           Kondisi pelaksanaan media massa di Indonesia sangat jauh dari kesan mendidik. Hal-hal yang dipaparkan merupakan bentuk dari sikap dewasa akan tetapi berujud kekanak-kanakan. Dunia media massa bagaikan dua mata pisau yang tajam. Di satu sisi iming-iming terkenal, kaya, mendapatkan banyak fasilitas mewah dan dielu-elukan hanya dalam waktu singkat menjadi daya tarik untuk semua orang. Sementara itu sisi yang seharusnya negatif bisa menjadi positif bahkan pendukung terjadinya proses pendewasaan, penggunaan media massa sebagai bentuk pembelajaran baik formal ataupun non formal.

C.          Pembatasan Masalah

           Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang akan dibahas pada makalah ini hanya dibatasi pada :

1.      Apa yang dimaksud dengan media massa ?

2.      Bagaimana karakteristik perkembangan anak remaja awal ?

3.      Apa peran media massa sebagai sarana menanamkan nilai dalam masyarakat ?

4.      Apa manfaat media massa untuk kehidupan ?

5.      Apa pengaruh kebijakan publik media massa terhadap pola pendidikan anak?

D.    Manfaat Makalah
1.       Manfaat bagi guru:
a.   Mengetahui manfaat penggunaan media massa sebagai sarana pendidikan.
b.   Menanamkan sikap dan perilaku siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran yang disesuaikan denga perkembangan dan kemajuan zaman..
c.   Mengimbangi pola pendidikan dengan berbagai kemajuan Iptek yang ada.
d.   Membantu guru mencetak siswa yang unggul mampu menghadapi rintangan hidup, menghargai diri sendiri, orang lain dan mampu  menaati peraturan yang disesuaikan perubahan zaman.
e.   Mengetahui model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa menjadi kreatif, ulet dan pantang menyerah.
f.     Meningkatkan sikap ilmiah dengan kegiatan ilmiah untuk memahami konsep teoritis-praktis yang diikuti pemantapan prinsip pengetahuan yang menjadikan hasil belajar lebih baik.
2.       Manfaat bagi sekolah
a.        Mengetahui berbagai tingkatan dan penilaian sesuai dengan perkembangan media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga mampu memberikan pembelajaran kepada siswa sesuai dengan pengetahuan yang sesuai.
b.        Memberikan motivasi kepada guru untuk dapat lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan nasional.
c.        Meningkatkan prestasi sekolah melalui pengembangan kinerja siswa dan pengembangan kinerja stake holder sekolah yang lebih baik.
3.       Manfaat bagi pemerintah
a.          Setelah memahami berbagai aspek dalam melihat sebuah masalah yang ada maka hal tersebut dapat mewujudkan model pembelajaran yang mangkus dan sangkil artinya dapat berdayaguna-berhasilguna, mujarab, efektif, dan efisien dalam membawa generasi baru ke jenjang yang lebih tinggi.
b.         Mengoptimalkan peran kebijakan media massa sebagai sarana membina generasi muda yang kelak dapat menjadi pemimpin yang handal.

 

BAB II
PEMBAHASAN
 

A.     Media massa
           Pengertian dari media massa adalah sarana dan saluran resmi  sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas (2008, KBBI). Dengan demikian media massa merupakan salah satu media (perantara) antar massa (masyarakat) saling berkomunikasi, berinteraksi dan saling berkonfrontasi.
           Menurut jenisnya media massa dibagi menjadi media massa elektronik seperti internet, televise, radio dan lain-lain. Bentuk media massa lain seperti Koran, majalah, famflet, brosur, iklan dan lain-lain merupakan santapan publik yang juga sangat popular.
           Mengingat praktisnya penggunaan media massa tanpa disadari media massa merupakan ajang global berkumpulnya berbagai informasi yang ada. Dengan masuknya berbagai informasi tersebut maka peran pemerintah sebagai filter informasi diharapkan sangat pandai memilah dan memilih tindakan yang akan melahirkan bentuk kebijakan publik.

B.     Karakteristik Perkembangan Anak Remaja Awal
1.   Perkembangan Fisik
Anak-anak usia golden age (0-5 tahun) merupakan sebuah  pondasi emas yang sangat menentukan kualitas hidup di masa yang akan datang. Menurut Dähler Franz (1975:12), selain mengalami percepatan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan remaja juga mengalami proses kematangan seksual yaitu :
a.    Karakteristik kelamin primer
Para remaja putra terjadinya pengeluaran sperma dan menegangnya alat kelamin pada saat tertentu sedangkan pada remaja putri terjadinya loncatan sel telur (ovulasi) dan terjadinya menstruasi (pengeluaran sel telur yang tidak dibuahi, lendir dan darah)
b.   Karakteristik kelamin sekunder
Pada remaja putra tubuh menjadi lebih jantan, suara membesar dan pecah, serta tumbuhnya bulu-bulu/ rambut pada bagian tubuh tertentu sementara pada remaja putri mulai nampak bentuk kewanitaannya, seperti perkembangannya buah dada dan montoknya anggota-anggota badan.
Selain adanya perkembangan tersebut,  terjadi juga pertumbuhan anggota badan yang berjalan tidak seimbang, tumbuh jerawat dan bintik-bintik pada muka, punggung dan bagian tubuh lainnya. Sehingga sering timbul perubahan tingkah laku misalnya yang semula lincah dan periang, berubah menjadi pemalu dan rendah diri, kadang-kadang kasar, tidak tahu malu, dan lain sebagainya (Rachman Hermawan, 1988: 28).
2.   Perkembangan sosial
Pada dasarnya apabila seorang remaja dalam masa pertumbuhan akan merasakan tergugahnya rasa sosial untuk ingin bergabung dengan anggota kelompok lain karena ingin meluaskan pergaulannya sebagai usaha mencari nilai-nilai baru dan ingin berjuang mencapai nilai-nilai itu. Dengan demikian perilaku perubahan dari masa kanak-kanak ke masa remaja menimbulkan konflik dalam diri, ingin bersosialisasi dan sangat ingin merasakan hal yang baru.
 Pengaruh yang sangat kecil pun akan dianggap sebagai bentuk ekspresi diri yang aktual, mengikuti zaman, tanpa memperhatikan apakah hal tersebut adalah pengaruh negatif ataupun positif.  
3.   Perkembangan intelektual
Selama masa perkembanganya, kanak-kanak sampai dengan masa remaja mereka mulai bersikap kriris dan tidak mau menerima begitu saja perintah atau aturan yang ada. Hal tersebut terjadi karena mereka ingin mengetahui dasar, alasan dan sebab sesuatu dapat terjadi.
Tidak jarang dengan perkembangan intelektualnya yang bersifat kritis ini para remaja selalu mengalami konflik atau pertentangan dengan pihak orang tua atau pendidik-pendidiknya yang biasanya berpegang pada nilai-nilai lama.
4.   Perkembangan emosional
Pada masa perkembanganya, kanak-kanak yang akan menjadi remaja berada dalam keadaan dimana perasaan belum mapan sehingga sering membawa mereka ke dalam kegelisahan, perasaan canggung akan pertambahan tinggi badan yang dirasa “aneh” dan mengganggu, mudah tersinggung, kesal hati, tertekan, ingin marah, tetapi kadang-kadang berada dalam suasana gembira dan ringan hati untuk melakukan pertolongan kepada orang lain.
Dipihak lain remaja sangat membutuhkan rasa aman dalam lingkungannya dalam bentuk pengertian akan keadaannya ataupun mengenai problema yang sedang dihadapi, selain itu mereka perlu adanya pengakuan sosial.
Dalam keadan emosi yang belum stabil ini celaan ataupun kritikan kadang ditanggapi secara sungguh-sungguh sebagai bentuk ejekan atau remehan. Akibatnya mereka sering bersikap antipati dan melawan (Y. Bambang Mulyono ,1984: 18).
C.  Peran media massa sebagai sarana menanamkan nilai dalam masyarakat
           Sebagai sebuah sarana umum untuk menampung dan menyalurkan informasi yang dibutuhkan masyarakat, perhatian kepada 'kejadian' merupakan sebuah tujuan yang hendak dicapai media massa tersebut. Peranan penting media massa diharapkan mampu memperkuat visi sosial yang dapat digunakan sebagai sumber fasilitator publik.
           Dengan kata lain media massa harus mampu memberikan kontrol intern atas masalah yang dikajinya secara mendalam penuh dengan pengawasan publik yang benar.
           Media massa sebagai media masyarakat diharapkan mendorong pandangan kritis terhadap faktor yang dapat memacu terjadinya pergerakan media di tengah masyarakat ditinjau dari aspek isi sehingga masyarakat dapat menjadikan media massa sebagai katalisator dalam membangun masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pengaruh media massa yang sangat besar dalam mengangkat opini publik yang juga diharapkan menjadi ajang dialog antar lapisan masyarakat.
           Media massa mempunyai berbagai peran strategis yang diantaranya adalah peranan positif, seperti : berkontribusi dalam menyebarluaskan dan memperkuat kesepahaman antar warga terhadap suatu permasalahan, sebagai ajang publik yang dapat digunakan sebagai ajang bertukar aspirasi antara pemerintah – warga, pemahaman terhadap budaya, sebagai media pengontrol dalam pengendalian seseorang, sekelompok, golongan dan juga lembaga tertentu, meningkatkan kesadaran terhadap sorotan social, politik, pertahanan – keamanan, budaya dan lain sebagainya.
           Selain peran positif, media masa merupakan sebuat media yang bermata dua dengan peran negatif  yang ada, seperti : adanya kekuatan penghakiman terhadap sebuah permasalahan sehingga permasalahan tersebut menjadi bias atau kabur dari data yang sesungguhnya, sebagai sebuah kekuatan untuk melakukan tindakan pembearan terhadap tindakan tertentu berupa perilaku kekerasan berdasar kesukuan, ras juga agama.
           Selain itu media massa juga mempunyai berbagai kekuatan memprovokasi dan juga mereduksi fakta tertentu sehingga terjadi pergolakan dalam masyarakat, sesuai dengan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungsi pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Sementara di Pasal 6 UU Pers nasional berperan untuk : memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia dengan menghormati kebinekaan dalam mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang  akurat dan benar melakukan pengawasan.
           Fungsi media massa sebagai pilar sarana pendidikan masyarakat sebagai sarana penyebar pengetahuan dan wawasan. Selain hal-hal luar biasa yang media massa dapat lakukan, media massa juga memiliki fungsi lain sebagai sumber hiburan, control sosial  terhadap tindakan-tindakan pemerintah, golongan dan pergerakan masyarakat. Media massa juga mempunyai fungsi sebagai media lembaga ekonomi.
D. Pengaruh kebijakan publik media massa terhadap pola pendidikan anak
           Secara perlahan-lahan namun efektif, media massa akan membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari. Kekuatan media massa dapat memaksa semua orang meniru gaya idola mereka.
           Bagi remaja dan kaum muda keinginan yang muncul bukan hanya sebagai penonton atau pendengar, tetapi akan memaksakan diri sebagai "penentu" arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.
           Era informasi yang sangat pesat ini membawa perubahan besar dalam tatanan kehidupan sehingga perlu ditimbulkanya peluang untuk membangun, memperbaiki pelayanan pendidikan, bisnis dan juga pemerintahan serta birokrasi yang ada. Adanya perkembangan teknologi informasi tersebut sangatlah perlu ketersediaan perangkat legal yang dapat digunakan sebagai sarana new crime (kejahatan baru) dan juga Negative Externalities (Pengeluaran hal-hal yang negatif) sebagai konsumsi publik.
           Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah yang dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah (Winarno, 2005 : 17). Dari pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa : 1) kebijakan tidak semta-mata didominasi oleh kepentingan pemerintah; 2) aktor-aktor di luar pemerintah harus diperhatikan aspirasinya; 3) faktor yang berpengaruh harus dikaji sebelumnya.
           Berbagai faktor yang telah dikemukakan  tersebut  menjadi suatu yang permanen dan harus disesuaikan dengan berbagai faktor yang sangat cepat bergerak di era globalisasi ini. Kekritisan masyarakat berfikir sangat dipengaruhi oleh cepatnya akses informasi yang terjadi.
           Pengertian kebijakan publik yang bertolak belakang dengan pendapat di atas adalah mengenai titik tolak pengambilan kebijakan yaitu whatever governernment choose to do or not to do atau pilihan apapun adalah berpusat dari pemerintah (Dye, 1981 : 2). Walaupun bertolak belakang, sebenarnya titik pengertian dari kedua pendapat tersebut tetap sama, yaitu keputusan yang diambil bersama antara pemerintah, actor dan factor yang mempengaruhinya untuk dapat dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian kebijakan pemerintah untuk menjadi filter penggunaan dan penyebaran informasi publik melalui media massa sangatlah penting.
           Arah kebijakan media massa di Indonesia adalah kebijakan komunikasi menggunakan media massa yang secara konseptual bisa berbentuk Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres), Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan Daerah (Perda). Pengadaan kebijakan tersebut sebagai ilustrasi adalah adanya PP yang berupa peraturan perundang-undangan yang ditetapkan Presiden untuk menjalankan UU yang telah ditetapkan. Ketentuan tentang perlunya PP ini, biasanya termuat dalam Ketentuan Penutup sebuah UU. Dengan tidak adanya PP yang berlaku maka semua pasal yang ada tidak akan berlaku. Dengan begitu, pemerintah tetap saja dominan dalam pelaksanaan pasal-pasal UU. Artinya, terserah kepada pemerintah pelaksanaan pasal-pasal UU. Salah satu bentuk kebijakan pemerintah di bidang kebijakan media massa adalah Inpres No. 6/2001 Tentang pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia. Inpres ini dibuat karena belum adanya peraturan perundang-undangan tentang telematika di Indonesia saampai saat Inpres tersebut dibuat.  Selain Inpres yang ada tersebut ada juga kebijakan media massa lain berupa Kepmen yang merupakan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Menteri, dengan isi yang lebih spesifik dan mengatur hal yang bersifat praktis. Seperti Kepmen Tahun 2004 tentang Kebijakan Komunikasi: Konsep, Hakekat dan Praktek.
           Untuk beberapa kasus akan muncul juga Peraturan Menteri (Permen). Pada hakekatnyaPermen sama saja dengan Kepmen. Salah satu contoh Kepmen tentang kebijakan media massa adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No. 25/PER/M.Kominfo/5/2007 Tentang Penggunaan Sumber Daya Dalam Negeri Untuk Produk Iklan Yang Disiarkan Melalui Lembaga Penyiaran.
           Sedangkan Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Contoh Perda yang mengatur kebijakan media massa adalah  Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1998 yang mengatur tentang pemasangan reklame di kota Yogyakarta.
           Undang-undang lain yang juga berkenaan tentang media massa adalah undang-undang yang bersumber kepada Surat Keputusan DPR RI Nomor 3/DPRRI/I/1999-2000. Dimana  Surat Ketua DPR RI Nomor 01/3184/DPR RI/1999 tanggal 25 Agustus 1999 berisi persetujuan atas RUU Telekomunikasi yang diserahkan ke Presiden untuk diundangkan. Isi dari RUU tersebut antara lain ada 3 (tiga) materi perubahan terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi), yaitu:
1.      Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi dibedakan atas jasa telekomunikasi dasar dan telekomunikasi bukan dasar, tetapi dibedakan menjadi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
2.      Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi hanya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Telekomunikasi, tetapi dapat diselenggarakan pula oleh Badan Hukum lain (Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Milik Negara/Swasta maupun Koperasi). Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga penyelenggara telekomunikasi tidak lagi menganut perinsip monopoli.
3.      Mewajibkan kepada setiap penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan kontribusi dalam pelayanan di daerah yang belum berkembang atau belum terlayani jaringan telekomunikasi yang merupakan penugasan dari Pemerintah (Universal Service Obligation/USO).
           Ada beberapa perihal penting yang harus dicatat dan tidak dapat diabaikan dalam proses pembahasan RUU Telekomunikasi, yaitu:

1.     Mengakui (recognize) konvergennya tiga bidang: telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi, sehingga segenap tatanan nasional perlu sesuai dan serasi dengan semakin konvergennya ketiga bidang tersebut;

2.     Membangun masyarakat Indonesia modern dan demokratis hanya dapat terwujud dengan membangun masyarakat informasi (information society) yang bertumpu pada system telekomunikasi nasional yang tangguh, sehingga perlu diciptakan kesempatankesempatan yang luas untuk mewujudkannya.;

3.     Dalam pada itu dalam membangun sistem telekomunikasi nasional, yang diarahkan adalah terpeliharanya kepentingan nasional dalam arti luas;

4.      Peran pemerintah dalam suatu demokrasi yang modern dibatasi pada penentuan arahanarahan dalam bentuk kebijaksanaan. Namun demikian kebijaksanaan tersebut haruslah kebijaksanaan yang tegas, tidak tumpang tindih dan menampung aspek konvergensi dimana pelaksanaan pada tataran pengaturan dilakukan secara sangat profesional yang  dibantu oleh kemampuan-kemampuan yang ada di sektor swasta;

5.     Penataan manajemen bidang frekuensi radio yang sangat profesional dan, melalui peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari Undang-undang tentang telekomunikasi, menghindari berbagai hambatan, antara lain pemusatan birokrasi.

6.      Peran swasta yang luas, semakin mampu dan diharuskan bersaing, tidak hanya dalam percaturan bisnis jasa dalam negeri, dan yang didukung oleh Sumber Daya Manusia yang terlatih, terdidik sesuai keperluan yang berkembang.

7.      Perlindungan kepada konsumen yang jelas dan terinci, baik ia konsumen akhir maupun konsumen antara (konsumen antara adalah penyelenggara jasa telekomunikasi dan informasi yang menjadi konsumen jasa-jasa telekomunikasi penyelenggara lain)
           Sinkronisasi antara orang tua sebagai media sosialisasi yang pertama, masyarakat umum, sekolah, aparatur negaara dan juga pemerintah seharusnya digunakan untuk dapat mengendalikan media massa secara positif.
            Media massa apabila digunakan untuk media pembelajaran akan menjadi sangat mumpuni, berdaya guna tinggi dan jelas memberikan gambaran tanpa penjelasan yang terlalu berbelit-belit. Keberhasilan pendidikan bisa didukung oleh kebijakan publik penggunaan media massa atau justru sebaliknya.   
 

Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah yang dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah (Winarno, 2005 : 17). Dari pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa : 1) kebijakan tidak semta-mata didominasi oleh kepentingan pemerintah; 2) aktor-aktor di luar pemerintah harus diperhatikan aspirasinya; 3) faktor yang berpengaruh harus dikaji sebelumnya.
          
Berbagai faktor yang telah dikemukakan  tersebut  menjadi suatu yang permanen dan harus disesuaikan dengan berbagai faktor yang sangat cepat bergerak di era globalisasi ini. Kekritisan masyarakat berfikir sangat dipengaruhi oleh cepatnya akses informasi yang terjadi.

           Pengertian kebijakan publik yang bertolak belakang dengan pendapat di atas adalah mengenai titik tolak pengambilan kebijakan yaitu whatever governernment choose to do or not to do atau pilihan apapun adalah berpusat dari pemerintah (Dye, 1981 : 2). Walaupun bertolak belakang, sebenarnya titik pengertian dari kedua pendapat tersebut tetap sama, yaitu keputusan yang diambil bersama antara pemerintah, actor dan factor yang mempengaruhinya untuk dapat dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian kebijakan pemerintah untuk menjadi filter penggunaan dan penyebaran informasi publik melalui media massa sangatlah penting.

           Arah kebijakan media massa di Indonesia adalah kebijakan komunikasi menggunakan media massa yang secara konseptual bisa berbentuk Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres), Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan Daerah (Perda). Pengadaan kebijakan tersebut sebagai ilustrasi adalah adanya PP yang berupa peraturan perundang-undangan yang ditetapkan Presiden untuk menjalankan UU yang telah ditetapkan. Ketentuan tentang perlunya PP ini, biasanya termuat dalam Ketentuan Penutup sebuah UU. Dengan tidak adanya PP yang berlaku maka semua pasal yang ada tidak akan berlaku. Dengan begitu, pemerintah tetap saja dominan dalam pelaksanaan pasal-pasal UU. Artinya, terserah kepada pemerintah pelaksanaan pasal-pasal UU.

Salah satu bentuk kebijakan pemerintah di bidang kebijakan media massa adalah Inpres No. 6/2001 Tentang pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia.

           Inpres ini dibuat karena belum adanya peraturan perundang-undangan tentang telematika di Indonesia saampai saat Inpres tersebut dibuat.  Selain Inpres yang ada tersebut ada juga kebijakan media massa lain berupa Kepmen yang merupakan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Menteri, dengan isi yang lebih spesifik dan mengatur hal yang bersifat praktis. Seperti Kepmen Tahun 2004 tentang Kebijakan Komunikasi: Konsep, Hakekat dan Praktek.

           Untuk beberapa kasus akan muncul juga Peraturan Menteri (Permen). Pada hakekatnyaPermen sama saja dengan Kepmen. Salah satu contoh Kepmen tentang kebijakan media massa adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No. 25/PER/M.Kominfo/5/2007 Tentang Penggunaan Sumber Daya Dalam Negeri Untuk Produk Iklan Yang Disiarkan Melalui Lembaga Penyiaran.

           Sedangkan Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Contoh Perda yang mengatur kebijakan media massa adalah  Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1998 yang mengatur tentang pemasangan reklame di kota Yogyakarta.

           Undang-undang lain yang juga berkenaan tentang media massa adalah undang-undang yang bersumber kepada Surat Keputusan DPR RI Nomor 3/DPRRI/I/1999-2000. Dimana  Surat Ketua DPR RI Nomor 01/3184/DPR RI/1999 tanggal 25 Agustus 1999 berisi persetujuan atas RUU Telekomunikasi yang diserahkan ke Presiden untuk diundangkan. Isi dari RUU tersebut antara lain ada 3 (tiga) materi perubahan terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi), yaitu:

1.      Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi dibedakan atas jasa telekomunikasi dasar dan telekomunikasi bukan dasar, tetapi dibedakan menjadi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

2.      Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi hanya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Telekomunikasi, tetapi dapat diselenggarakan pula oleh Badan Hukum lain (Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Milik Negara/Swasta maupun Koperasi). Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga penyelenggara telekomunikasi tidak lagi menganut perinsip monopoli.

3.      Mewajibkan kepada setiap penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan kontribusi dalam pelayanan di daerah yang belum berkembang atau belum terlayani jaringan telekomunikasi yang merupakan penugasan dari Pemerintah (Universal Service Obligation/USO).

           Ada beberapa perihal penting yang harus dicatat dan tidak dapat diabaikan dalam proses pembahasan RUU Telekomunikasi, yaitu:

1.      Mengakui (recognize) konvergennya tiga bidang: telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi, sehingga segenap tatanan nasional perlu sesuai dan serasi dengan semakin konvergennya ketiga bidang tersebut;

2.      Membangun masyarakat Indonesia modern dan demokratis hanya dapat terwujud dengan membangun masyarakat informasi (information society) yang bertumpu pada system telekomunikasi nasional yang tangguh, sehingga perlu diciptakan kesempatankesempatan yang luas untuk mewujudkannya.;

3.      Dalam pada itu dalam membangun sistem telekomunikasi nasional, yang diarahkan adalah terpeliharanya kepentingan nasional dalam arti luas;

4.      Peran pemerintah dalam suatu demokrasi yang modern dibatasi pada penentuan arahanarahan dalam bentuk kebijaksanaan. Namun demikian kebijaksanaan tersebut haruslah kebijaksanaan yang tegas, tidak tumpang tindih dan menampung aspek konvergensi dimana pelaksanaan pada tataran pengaturan dilakukan secara sangat profesional yang  dibantu oleh kemampuan-kemampuan yang ada di sektor swasta;

5.      Penataan manajemen bidang frekuensi radio yang sangat profesional dan, melalui peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari Undang-undang tentang telekomunikasi, menghindari berbagai hambatan, antara lain pemusatan birokrasi.

6.      Peran swasta yang luas, semakin mampu dan diharuskan bersaing, tidak hanya dalam percaturan bisnis jasa dalam negeri, dan yang didukung oleh Sumber Daya Manusia yang terlatih, terdidik sesuai keperluan yang berkembang.

7.      Perlindungan kepada konsumen yang jelas dan terinci, baik ia konsumen akhir maupun konsumen antara (konsumen antara adalah penyelenggara jasa telekomunikasi dan informasi yang menjadi konsumen jasa-jasa telekomunikasi penyelenggara lain)

           Sinkronisasi antara orang tua sebagai media sosialisasi yang pertama, masyarakat umum, sekolah, aparatur negaara dan juga pemerintah seharusnya digunakan untuk dapat mengendalikan media massa secara positif.

           Media massa apabila digunakan untuk media pembelajaran akan menjadi sangat mumpuni, berdaya guna tinggi dan jelas memberikan gambaran tanpa penjelasan yang terlalu berbelit-belit. Keberhasilan pendidikan bisa didukung oleh kebijakan publik penggunaan media massa atau justru sebaliknya.

           Berhubungan dengan berbagai uraian diatas dapat dipastikan apabila masa emas pertumbuhan anak diracuni berbagai media massa yang memaparkan hal negatif akan sangat merugikan generasi muda kita. Pemanfaatan media massa sebagai sarana pendidikan merupakan hal yang lebih baik dan akan mendorong pemahaman dn penguraian konsep yang benar, sehingga pembangunan di Indonesia akan lebih maju dan berdaya guna tinggi.

 

 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan


           Media massa baik elektronik maupun cetak merupakan tempat bersosialisasi, komunikasi dan berinteraksi antar pribadi, golongan dan juga antara masyarakat dan pemerintah. Penggunaan media massa apabila digunakan sebagai alat yang bertujuan negatif tentulah sangat mematikan. Penggunaan media massa sebagai sarana penyebaran fitnah, dotkrin dan pengucilan terhadap seseorang, golongan atau pihak-pihak tertentu.

           Fase kanak-kanak merupakan fase terpenting untuk mendukung pengembangan soft skill, socio skill dan berbagai ketrampilan motorik lainya sebagai pondasi yang kelak akan digunakan sebagai modal dasar menempuh hidupnya. Namun demikian, media massa yang sekarang saling memaparkan dan selalu mengarahkan menuju kehidupan hedonism merupakan racun yang akan menghancurkan masa depan generasi kita. Penggunaan media massa dengan berbagai bentuk kebebasannya sangat berbahaya. Pemerintah, bersama pihak aktor pelaku, masyarakat dan faktor pendukung lainya seharusnya dapat melihat sisi dari penggunaan media massa untuk mengarahkannya ka arah yang positif. Menggunakan media massa sebagai ajang berkomunikasi yang positif, menebarkan pengetahuan umum yang bermanfaat untuk kehidupan dan sebagai sarana yang membuat pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga media massa merupakan jalan menuju kearah terciptanya manusia Indonesia seutuhnya.

B.    Implikasi


              Kebijakan media massa yang diambil oleh pemerintah merupakan masukan dari perseorangan, aktor pelaku, masyarakat umum dan juga pemerintah. Kebijakan tersebut harus bersama-sama dijadikan acuan untuk melihat dampak kedepan yang akan dihadapi bangsa.

           Penyisihan kepentingan individu dan golongan harus dilaksanakan sebagai sebuah jalan mendidik generasi bangsa menuju kea rah yang lebih baik, bukan malah mengekang dan membunuh generasi secara halus dengan racun pemaparan secara umum.

 

DAFTAR PUSTAKA

_________, 2003, Kurkikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Dikdasmen : Jakarta.
_________, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
_________, UU No. 40 tahun 1999 tentang pers.
Aip Syarifudin, 1992, Landasan Pendidikan Jasmani, Dirjen Dikti: Jakarta.
Depdikbud, 1972, Fisiologi Olahraga Aplikasi Prinsip-prinsip Fisiologi dalam Kegiatan Olahraga, Dirjen Dikti : Jakarta
Dähler Franz Dr., 1975, Menuju Kesehatan Psikis, Yayasan Kanisius : Yogyakarta
Hinca IP Panjaitan, 2000, Undang-Undang Telekomunikasi ; Partisi publik dan Pengaturan setengah hati, Media Law Ombudsperson : Jakarta.
Muhammad Munadi & Barnawi, 2011, Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan, Ar-Ruzz Media : Jogjakarta
Roji, 2007, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Untuk SMA Kelas IX, Erlangga : Jakarta.
Rachman Hermawan, 1988, Penyalahgunaan Narkotika oleh Para Remaja, PT. Eresco : Bandung.
Sukintaka, 1992, Teori Bermain, Dirjend. Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Depdikbud : Jakarta.
Sugiyanto dan Sujarwo, 1993, Perkembangan dan Belajar Gerak, Depdikbud : Jakarta.
Sukintaka, 1992, Teori Bermain, Dirjend. Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Depdikbud : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar